AUDIT TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI
DISUSUN OLEH
ARYA DWI PRAMUDITA (11115069)
MOHAMMAD FAISAL .H (14115280)
RIZKI APRILIA DWIJAYANTI (16115138)
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2018/2019
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Tentang Audit Sistem Informasi
Audit sistem informasi adalah fungsi
dari organisasi yang mengevaluasi keamanan aset, integritas data, efektifitas
dan efisiensi sistem dalam sistem informasi berbasis komputer. Kebutuhan audit
ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1.
Kemungkinan kehilangan data.
2.
Kemungkinan kesalahan penempatan sumber daya akibat kesalahan
pengambilan keputusan yang diakibatkan karena kesalahan pemrosesan data.
3.
Kemungkinan komputer rusak karena tidak terkontrol.
4.
Harga komputer hardware, software sangat mahal.
5.
Biaya yang tinggi apabila ada error pada computer
6.
Kebutuhan privacy dari organisasi/seseorang.
7.
Kebutuhan untuk mengontrol penggunaan komputer.
Para auditor sistem informasi secara
khusus berkonsentrasi pada evaluasi kehandalan atau efektifitas pengendalian /
kontrol pada sistem. Kontrol adalah sebuah sistem untuk mencegah, mendeteksi
atau memperbaiki situasi yang tidak teratur. Terdapat tiga aspek penting yang
berkaitan dengan definisi kontrol di atas, yaitu:
1.
Kontrol adalah sebuah sistem, dengan kata lain kontrol
terdiri atas sekumpulan komponen-komponen yang saling berhubungan dan bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang sama.
2.
Fokus dari kontrol adalah situasi yang tidak teratur, dimana
keadaan ini bisa terjadi jika ada masukan yang tidak semestinya masuk ke dalam
system.
3.
Kontrol digunakan untuk mencegah, mendeteksi dan memperbaiki
situasi yang tidak teratur, sebagai contoh:
a.
Preventive control – merupakan instruksi yang diletakkan pada
dokumen untuk mencegah kesalahan pemasukan data
b.
Detective control – dimaksudkan sebagai kontrol yang
diletakkan pada program yang berfungsi mendeteksi kesalahan pemasukan data
c.
Corrective control – merujuk kepada jenis program yang dibuat
khusus untuk memperbaiki kesalahan pada data yang mungkin timbul akibat
gangguan pada jaringan, komputer ataupun kesalahan user.
Secara umum, fungsi dari kontrol adalah
untuk menekan kerugian yang mungkin timbul akibat kejadian yang tidak
diharapkan yang mungkin terjadi pada sebuah sistem. Tugas auditor adalah untuk
menetapkan apakah kontrol sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan untuk
mencegah terjadinya situasi yang tidak diharapkan. Auditor harus dapat memastikan
bahwa setidaknya ada satu buah kontrol yang dapat menangani resiko bila resiko
tersebut benar-benar terjadi.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pengendalian Internal
Pengendalian internal merupakan bagian
yang sangat penting agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Tanpa adanya
pengendalian interal, tujuan perusahaan tidak dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Semakin besar perusahaan semakin penting pula arti dari pengendalian
internal dalam perusahaan tersebut. Guna memperoleh pemahaman yang lebih luas
mengenai pengendalian internal, maka penulis secara berurutan akan mengemukakan
hal-hal yang berhubungan dengan pengendalian internal tersebut (Pratiwi,
2014:12).
Definisi
dari pengendalian internal menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005: 227) adalah
“Kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari kesalahan
penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan
meyakinkan bahwa hukum serta peraturan perusahaan telah diikuti.
Menurut
Mulyadi (2001: 163), sistem pengendalian internal adalah: “Sistem pengendalian
internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang
dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan
keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya
kebijakan manajemen.”
2.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Tujuan dari dilakukannya pengendalian
internal adalah menjamin manajemen dari suatu perusahaan, organisasi atau entitas
agar:
·
Tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai.
·
Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya
·
Kegiatan perusahaan sejalan dengan hukum dan peraturan yang
berlaku.
Pengendalian internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan
sumber daya perusahaan, serta dapat menyediakan informasi tentang bagaimana penilaian
terhadap kinerja perusahaan dan manajemennya. Tidak hanya itu, pengendalian
internal juga menyediakan informasi yang berguna sebagai pedoman dalam
perencanaan terhadap berbagai aktivitas di masa mendatang.
2.3 Sifat-sifat Pengendalian Internal
Menurut Gondodiy Oto (2009, p 137), pengendalian
internal digolongkan dalam kategori preventive (pencegahan), detection (deteksi)
dan corrective (perbaikan), yang penjelasan masing-masingnya adalah sebagai
berikut:
1.
Preventive Control, yaitu pengendalian internal yang
dirancang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan (atau mencegah) agar
jangan sampai terjadi kesalahan (error) maupun penyalahgunaan (kecurangan,
fraud) dalam pengoperasian sistem.
2.
Detection Control, di sini diartikan sebagai pengendalian
yang dirancang dengan tujuan untuk mendeteksi kesalahan (umumnya berkisar di
masalah berupa ketidaksesuaian dengan kriteria yang ditetapkan) yang terjadi
saat merekam atau melakukan konversi data dari media sumber (media input) untuk
ditransfer ke sistem komputer.
3.
Corrective Control, merujuk ke bagian pengendalian yang dilakukan
bila ditemukan data yang sebenarnya memiliki error tetapi sama sekali tidak
terdeteksi oleh program validasi. Di sini harus ada prosedur yang jelas tentang
bagaimana melakukan perbaikan terhadap data yang salah, dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih besar setelah terjadinya
kesalahan tersebut.
BAB III ANALISA
3.1 Studi Kasus Pengendalian Internal
Pada sebuah perguruan tinggi negeri
(PTN) yang sebut saja bernama PTN X, terdapat sebuah kasus dimana PTN tersebut telah
mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan berdasarkan laporan keuangan
yang dilakukan oleh auditor eksternal. Namun saat hasil laporan keuangan dari
auditor eksternal dibandingkan dengan hasil audit operasional yang dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hasil yang didapat adalah didapati berbagai
temuan yang terkait pengadaan barang dan jasa pada PTN tersebut yang belum
sepenuhnya sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti Keputusan Presiden (Keppres)
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah maupun peraturan
internal dari PTN tersebut. Adanya perbedaan yang muncul pada hasil temuan dari
kedua institusi auditor eksternal tersebut dapat menjadi indikasi adanya
potensi tata kelola dan pengendalian yang tidak sesuai. Maka untuk studi kasus
ini, PTN tersebut dijadikan sebagai subyek penelitian karena posisinya yang
strategis, serta menjadi prototipe untuk menggambarkan kompleksitas dari pengelolaan
perguruan tinggi serta evaluasi terhadap penerapan sistem pengendalian internal
yang selama ini dijalankan di dalam PTN tersebut.
3.2 Analisa Studi Kasus
Berdasarkan hasil analisa dari kasus
yang telah disebutkan di subbab sebelumnya, dapat diketahui secara jelas bahwa
PTN X telah memenuhi lima poin pengendalian internal yang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 2008. Lima poin tersebut
adalah:
1.
Evaluasi Lingkungan Pengendalian – hasil dari proses evaluasi
ini berhasil menunjukkan bahwa lingkungan yang ada dalam PTN X tersebut
mencerminkan adanya dukungan terhadap manajemen dalam terciptanya sistem
pengendalian internal lembaga yang efektif, dengan berdasarkan pada poin-poin
berikut:
a.
Integritas dan etika yang kuat
b.
Komitmen terhadap kompetensi dari setiap pihak di dalam
lingkungan PTN
c.
Filosofi dan gaya operasi yang mendukung keterbukaan
d.
Struktur dari organisasi yang fleksibel dalam menghadapi
perubahan
e.
Pemahaman yang baik terhadap pertanggungjawaban untuk wewenang
dari masing-masing pihak.
2.
Evaluasi Penilaian Risiko – secara umum penilaian seluruh
risiko yang ada pada lingkungan PTN X dilakukan melalui satuan audit internal
dengan baik, yang dimana ini disertai dengan tindakan berupa memberikan perhatian
terhadap prioritas dari risiko dan pemilihan unit yang akan diaudit secara
seksama. Namun sayangnya dokumentasi dari penilaian risiko yang bersifat
spesifik, terukur dan realistis dari pimpinan unit kerja di PTN tersebut masih
belum ada sama sekali.
3.
Evaluasi Informasi dan Komunikasi – di sini PTN X telah
berhasil menerapkan sistem berbasis teknologi informasi yang berfungsi untuk
mengatur keuangan dari PTN secara sangat baik, terutama dalam hal proses-proses
yang bersinggungan dengan akuntansi dan pengaturan anggaran. Namun karena
prosesnya belum sepenuhnya terotomatisasi (masih harus dilakukan dengan
menggunakan cara input manual), maka tingkat kerawanan terhadap terjadinya
salah penyajian akibat kesalahan input (ditambah dengan besarnya volume data
yang harus dihitung dan dikompilasi) masih sangat tinggi.
4.
Evaluasi Aktivitas Pengendalian – aktivitas pengendalian keuangan
yang dilakukan dalam PTN X secara umum memenuhi poin-poin yang berkaitan dengan
hal sebagai berikut:
a.
Peninjauan ulang atas kinerja keuangan yang dilakukan bersama
dengan proses penyusunan anggaran tahunan dan rencana kegiatan anggaran tahunan
(RKAT).
b.
Pembinaan SDM yang dilakukan dalam rangka mencapai target dan
anggaran yang ditetapkan berdasarkan rencana kegiatan tahunan (RKT) dan RKAT dari
PTN tersebut.
c.
Pemrosesan informasi yang dikendalikan oleh pihak yang
memiliki peran yang sesuai dengan tugas kerjanya.
d.
Pengendalian fisik aset yang dilakukan oleh staf yang
bertanggungjawab atas pengelolaan aset-aset tersebut kepada Direktorat
Pengelola Aset.
e.
Pemisahan tanggungjawab dan tugas ke bidang-bidang yang
sesuai, termasuk pula untuk transaksi atau kejadian di PTN tersebut. Ini
disertai dengan penunjukan staf untuk pengerjaan transaksi atau kejadian yang
sah dengan merujuk ke RKAT masing-masing unit kerja
f.
Pencatatan dan pengklasifikasian setiap transaksi dan
kejadian yang telah terjadi dengan menggunakan bagan yang sesuai untuk
masing-masing kegiatan.
5.
Evaluasi Pemantauan – untuk evaluasi ini, secara dasar
seluruh kegiatan yang sedang berjalan di PTN X diawasi secara langsung dan
terus berlanjut, berikut dengan proses audit internal yang dilaksanakan oleh
satuan internal dari PTN yang bertanggungjawab atas seluruh data hasil audit,
serta melakukan pembandingan antara hasil temuan audit internal dengan tinjauan
hasil audit dari pihak eksternal untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas
keuangan yang dilakukan pada satu periode tahun anggaran tersebut bersifat
transparan dan dapat dipantau secara berkelanjutan.
Dari sini kemudian dapat ditarik sebuah pernyataan yang
terkait dengan hasil dari analisa di atas bahwa secara garis besar PTN X
merupakan salah satu dari institusi perguruan tinggi yang tidak melakukan
kecurangan terhadap hasil audit operasional dari auditor eksternal (dalam
contoh kasus ini yaitu hasil audit operasional oleh BPK di periode tahun 2012
hingga 2013). Ini disebabkan fakta bahwa penerapan secara menyeluruh dari
pengendalian internal dalam aktivitas institusi pendidikan seperti PTN X maupun
institusi-institusi lainnya akan mencegah, mendeteksi dan memperbaiki berbagai
masalah yang jika dibiarkan akan mendatangkan dampak buruk bagi institusi tersebut,
baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Sehingga pada akhirnya dapat
dikatakan bahwa pengendalian internal akan memberikan efektivitas dan efisiensi
kinerja institusi secara keseluruhan. – Arya D.P.
Solusi yang telah diberikan untuk permasalahan diatas
merupakan salah satu contoh dari pengaplikasian pengendalian internal. Dengan
menggunakan pengendalian internal sebagai langkah pertama untuk menyelesaikan
suatu permasalahan dapat dikatakan cukup efektif. Karena pengendalian internal
dapat melakukan penanggulangan masalah serta
memperbaiki kelemahan – kelemahan prosedur atau kebijakan yang dapat dikatakan
berbahaya baik secara langsung maupun tidak langsung. – M. Faisal. H
Dari permasalahan yang dihadapi lembaga
pendidikan seperti perguruan tinggi negeri di atas, pengendalian internal
dijadikan peringatan pertama yang efektif. Indikasi terjadinya mismanagement
atau penyimpangan karena posisinya langsung bersinggungan dengan tubuh
institusi keseluruhan, pengendalian internal dapat melakukan pencegahan,
pendeteksian dan juga perbaikan kelemahan terhadap serangkaian prosedur,
apabila pengendalian internal dilakukan secara kontinu maka permasalahan yang
merugikan lembaga pendidikan tersebut tidak terulang di kemudian hari dengan
demikian penyusunan sistem pengendalian internal dan penerapannya di rancang
untuk dapat mendukung operasional sistem kerja yang berjalan agar efektif dan
efisien sesuai SPIP (Sistem Pengendalian Internal Pemerintah). – Rizki A.D
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Para
auditor sistem informasi secara khusus berkonsentrasi pada evaluasi kehandalan
atau efektifitas pengendalian / kontrol sistem. Dengan menerapkan engendalian
internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya
perusahaan, serta dapat menyediakan informasi tentang bagaimana penilaian
terhadap kinerja perusahaan dan manajemennya. Tidak hanya itu, pengendalian
internal juga menyediakan informasi yang berguna sebagai pedoman dalam
perencanaan terhadap berbagai aktivitas di masa mendatang.
4.2 Saran
Pengendalian internal dilakukan secara kontinu maka
permasalahan yang merugikan lembaga pendidikan tersebut tidak terulang di
kemudian hari dengan melakukan penanggulangan masalah serta memperbaiki
kelemahan – kelemahan prosedur atau kebijakan yang dapat dikatakan berbahaya
baik secara langsung maupun tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Mulyadi, 2001. Sistem Akuntansi,
Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.
[2] Warren, Carl S., James M. Reeve, Phillip E. Fess, 2005. Pengantar
Akuntansi, Edisi 21, Terjemahan Aria Farahmita, SE. Ak,; Amanugrahani, SE.
Ak,; Taufik Hendrawan, SE. Ak.Salemba Empat, Jakarta.
[3] Zamzami, Faiz, Ihda Arifin
Faiz, 2015. Evaluasi Implementasi Sistem
Pengendalian Internal: Studi Kasus Pada Sebuah Perguruan Tinggi Negeri,
[online], (http://jamal.ub.ac.id/index.php/jamal/article/viewFile/351/413,
diakses tanggal 14 Oktober 2018)
===/===
Tugas Individu: Standar dan Panduan untuk Audit SI
Standar Audit SI tidak lepas dari standar professional seorang auditor SI. Standar professional adalah ukuran mutu pelaksanaan kegiatan profesi yang menjadi pedoman bagi para anggota profesi dalam menjalankan tanggungjawab profesinya. Standar profesional adalah batasan kemampuan (knowledge, technical skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seseorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang aturan-aturannya dibuat oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Beberapa standar audit SI yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
- ISACA : IT Standards, Guidelines, and Tools and Techniques for Audit and Assurance and Control Professionals
- IIA : International Professional Practices Framework / IPPF
- IASII : Standar Audit Sistem Informasi
- BI : Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank / SPFAIB
- BPPT : Framework, Kode Etik & Standar, Pedoman Umum Audit Teknologi
- ISACA
ISACA adalah suatu organisasi profesi internasional di bidang tata kelola teknologi informasi yang didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1967. Awalnya dikenal dengan nama lengkap Information Systems Audit and Control Association, saat ini ISACA hanya menggunakan akronimnya untuk merefleksikan cakupan luasnya di bidang tata kelola teknologi informasi. ISACA telah memiliki kurang lebih 70.000 anggota yang tersebar di 140 negara. Anggota ISACA terdiri dari antara lain auditor sistem informasi, konsultan, pengajar, profesional keamanan sistem informasi, pembuat perundangan, CIO, serta auditor internal. Jaringan ISACA terdiri dari sekitar 170 cabang yang berada di lebih dari 60 negara, termasuk di Indonesia.
- IIA COSO
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission, atau disingkat COSO, adalah suatu inisiatif dari sektor swasta yang dibentuk pada tahun 1985. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penggelapan laporan keuangan dan membuat rekomendasi untuk mengurangi kejadian tersebut. COSO telah menyusun suatu definisi umum untuk pengendalian, standar, dan kriteria internal yang dapat digunakan perusahaan untuk menilai sistem pengendalian mereka. COSO disponsori dan didanai oleh 5 asosiasi dan lembaga akuntansi profesional: American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), American Accounting Association(AAA), Financial Executives Institute (FEI), The Institute of Internal Auditors (IIA) danThe Institute of Management Accountants (IMA).
- ISO 1799
ISO / IEC 17799: 2005 menetapkan pedoman dan prinsip umum untuk memulai, menerapkan, memelihara, dan memperbaiki manajemen keamanan informasi dalam sebuah organisasi. Tujuan yang diuraikan memberikan panduan umum mengenai tujuan umum manajemen keamanan informasi yang diterima secara umum. ISO / IEC 17799: 2005 berisi praktik terbaik pengendalian dan pengendalian pengendalian di bidang pengelolaan keamanan informasi berikut:
- Pengorganisasian keamanan informasi;
- Manajemen aset;
- Keamanan sumber daya manusia;
- Keamanan fisik dan lingkungan;
- Komunikasi dan manajemen operasi;
- Kontrol akses;
- Akuisisi sistem informasi, pengembangan dan pemeliharaan;
- Manajemen insiden keamanan informasi;
- Manajemen kontinuitas bisnis;
- Pemenuhan.
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/ISACA
https://id.wikipedia.org/wiki/COSO
https://www.iso.org/standard/39612.html
https://herunugroho.staff.telkomuniversity.ac.id/tugas-membandingkan-standar-audit-si/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar